Rabu, 20 November 2013

Eloknya Pantai Selok

Eloknya Pantai Selok


Selok adalah salah satu pantai yang termasuk deretan garis pantai selatan. Berletak di Desa Adipala Kab. Cilacap, Selok menawarkan view yang cukup menawan. Saya memulai perjalanan dari Purwokerto dengan sepeda motor, bersama tiga orang teman. Kurang lebih dua jam perjalanan via Kebasen, kami sudah memasuki kawasan wisata Pantai Selok. Agak sulit dijamah memang, mengingat tanda penunjuk arah yang terbatas. Kami memasuki sebuah gang yang cukup besar, disambut sebuah gapura yang menunjukkan sebuah makam yang biasa disebut panembahan. Sepanjang jalan kami bisa melihat sekeliling adalah perbukitan. Ya, perbukitan Srandil, tempat dimana terdapat banyak panembahan yang konon biasa dikunjungi oleh mantan presiden Soeharto.

Tak lama, aroma angin pantai pun mulai berhembus ke arah kami. Ada beberapa pohon cemara ditepi jalan menuju ke tempat parkir pantai. Setibanya ditempat parkir, kami memilih untuk berjalan menuju sebuah warung ditepi goa. Selok, selain terkenal dengan pantainya, pegunungan Srandilnya, juga terkenal dengan goanya. Jika ditelusuri, ada seribu goa lebih kurang yang terdapat di pantai Selok tersebut, kata si penjaga warung. Namun, yang dapat kami lihat hanya beberapa.

Dibelakang warung dapat kami lihat sebuah tebing batu yang cukup tinggi. Menjelang sore, tebing tersebut biasa digunakan untuk latihan panjat tebing oleh kelompok pecinta alam setempat. Terkadang, tak jarang pula mereka "ngecamp" di sekitar pantai.

Pantai Selok memang tak seperti pantai-pantai lain yang segaris dengannya. Air lautnya tidak jernih memang, namun mengalunkan ombak yang cukup kuat. Pengunjung tidak diperbolehkan mandi atau berenang di laut.

Namun,yang membuat kami cukup kecewa sekaligus miris, banyaknya sampah-sampah yang terdapat di tepian pantai. Entah itu sampah plastik, kayu, daun, atau material-material laut lainnya. Belum lagi, adanya penambangan pasir disekitar pantai, membuat banyak lubang ditepi pantai, serta gundukan-gundukan pasir yang cukup mengganggu pemandangan.

Tidak banyak wisatawan yang datang pada saat itu. Tapi itu tidak meruntuhkan kekaguman kami terhadap keindahan ciptaanNya. Pemandangan yang luas, bukit hijau, tebing yang tinggi, angin laut yang lembut, membuat kami cukup lama berada disana.













Jumat, 01 November 2013

MENJEMPUT GOLDEN SUNRISE DI PUNCAK SIKUNIR

MENJEMPUT GOLDEN SUNRISE DI PUNCAK SIKUNIR



Golden Sunrise Puncak Sikunir


Pada waktu itu ‎14 ‎Agustus ‎2013, tibalah saatnya hari yang telah kita rencanakan jauh-jauh untuk menuju puncak Sikunir, Dieng. Kami memutuskan berangkat pukul 01:00. Oh iya, kami 8 orang asli dan tinggal di Purwokerto, oleh karena itu kami memutuskan berangkat dini hari dari tempat tinggal kami, menurut perhitungan kami, perjalanan menggunakan sepeda motor dari tempat tinggal kami menuju ke Puncak Sikunir kurang lebih 3  jam an. Setelah kami semua berkumpul, kami langsung berangkat menggunakan 4 sepeda motor. Namun yang terjadi tidaklah seperti yang kami rencanakan, kami kurang perhitungan. Ternyata pada waktu itulah puncak suhu dingin di wilayah kami, begitu pula di Puncak Sikunir. Perjalanan kami pun tidak sesuai jadwal, karena dinginnya udara malam, mau tidak mau kami harus sering istirahat untuk menghangatkan badan. Dan perjalanan yang semula kita rencanakan 3 jam menjadi 4 jam. Kami tiba di Desa Sembungan yang berada di ketinggian 2302 mdpl pukul 05:00 (sempet nyasar juga karena jalan minim penerangan dan penunjuk arah, belum lagi jarak pandang yang sangat terbatas karena tebalnya kabut pagi itu). Ya, kami memang pertama kali ke Puncak Sikunir, Jadi kami sempat beberapa kali nyasar. Setelah sampai di tempat parkir, kami bertanya pada penduduk setempat "jam berapa tepatnya matahari muncul?", jawaban orang tersebut sangat mengagetkan kami, orang tersebut menjawab "biasanya jam 05:20 mas, cepetan naik, 20 menit lagi mas" benar saja, ketika saya melihat jam tangan saya, waktu sudah menunjukan pukul 05:02, kurang dari 20 menit lagi matahari muncul, sia sia perjuangan kita menembus dingginnya malam dari Purwokerto sampai ke Dieng jika kita gagal melihat "Golden Sunrise". 


Perjalanan dilanjutkan dengan mendaki jalan setapak licin yang diapit jurang dan hutan. Udara terasa sangat dingin. Saat mendaki Sikunir, winter jacket dan sarung tangan terasa belum cukup untuk melindungi tubuh dari dinginnya angin yang menggigit. Ditambah lagi dengan jalan mendaki yang serasa tak kunjung sampai. Nafas mulai tersengal dan jantung serasa hendak berhenti berdetak.


Ketika sudah hampir putus asa, jalan tiba-tiba melandai. Wah, akhirnya berhasil juga sampai ke puncak. Pemandangan yang terhampar di depan sungguh sangat menakjubkan. Lembah yang masih gelap nun jauh di bawah sana nampak berkelap-kelip dengan lampu-lampu yang menyala di desa-desa kecil yang tersebar diantaranya. Gunung Sindoro berdiri kokoh di depan mata. Hamparan awan dan kabut di bawah kami memberikan kesan bahwa kami benar-benar berada di negeri di atas awan. Bentangan langit cerah dengan ribuan bintang semakin menambah keindahan suasana. Semburat jingga mulai terlihat di ufuk timur, menampilkan keindahan siluet Sindoro yang disusul dengan bayangan Gunung Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran, dan Merapi yang nampak mungil dengan kepulan asap tipisnya. Penat kaki akibat mendaki dan sakitnya dada yang tersengal langsung sirna...

Dan inilah beberapa oleh-oleh yang kami dapatkan dari Puncak Sikunir












Saat Matahari telah meningi, Sikunir tetap indah dinikmati








by Didit Hermawan ( @8mata_angin )